PeduliAkan Sesama. Topik : -. Nats : Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikut Aku dan mereka tidak mempunyai makanan ( Markus 8:2) Bacaan : Markus 8:1-9. Suatu hari saya sedang makan pagi bersama seorang pria yang 60 tahun lalu bekerja di jalanan pusat kota Boise, Idaho, sebagai penjual koran ilustrasidiatas bagaimanakah prinsip pengujian TS dan bagaimanakah prinsip pengujian TSS? Kunci Jawaban dan Pedoman penskoran : Berdasarkan ilustrasi tersebut maka pengujian TS dan TSS menggunakan metode gravimetri dengan prinsip: (skor 5) TS : Penguapan contoh uji pada suhu 103-105oC kemudian timbang hingga berat tetap. (skor 5) Vay Tiền Online Chuyển Khoản Ngay. Youtube Channel Subscribe Advertisement Featured Post Total Tayangan Halaman Popular Posts Iman yang Semakin Dikuatkan Ilustrasi Khotbah Kristen "Ilustrasi Khotbah Kristen mengenai Iman dan Ketaatan" Alkisah, suat... Percaya Kuasa Doa Ilustrasi Khotbah Kristen "Kisah berdoa setiap pukul 9 pagi" "Ilustrasi khotbah Kristen mengenai kuasa do... Comments Recent Popular Iman yang Semakin Dikuatkan Ilustrasi Khotbah Kristen "Ilustrasi Khotbah Kristen mengenai Iman dan Ketaatan" Alkisah, suat... Percaya Kuasa Doa Ilustrasi Khotbah Kristen "Kisah berdoa setiap pukul 9 pagi" "Ilustrasi khotbah Kristen mengenai kuasa do... Orang Bijak Cari Tahu Sumbernya Ilustrasi Khotbah Kristen – Yakobus 311 Image by Thomas B. from Pixabay “Ilustrasi K hotbah ... Comments Archive Naskah khutbah Idul Adha ini mengingatkan kepada kita semua tentang sejumlah praktik kesalehan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Mereka adalah pribadi yang teguh iman, taat, berilmu, dan penuh kepasrahan kepada Allah. Teks khutbah berikut ini berjudul "Khutbah Idul Adha 6 Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini pada tampilan dekstop. Semoga bermanfaat! Redaksi اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللّٰهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الأَمِيْنِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ، القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُࣖ الكوثر Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbhah id pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta’ala. Allahu Akbar 3x walillahilhamdu, Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang saleh. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang saleh. Saleh shalih artinya memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Kesalehan tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan amal. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang saleh. Ada banyak sekali sisi kesalehan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat kita teladani. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut. Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegangteguh akidah dan syariat. Allah ta’ala berfirman مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ آل عمران ٦٧ Maknanya “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang memegang teguh Islam. Dia bukan pula termasuk golongan orang-orang musyrik.” QS Ali Imran 68 Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma’shum selalu dijaga oleh Allah dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan kehinaan jiwa, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi. Nabi Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah menyembah selain Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi Ibrahim tidak pernah menjual berhala bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah memintakan ampunan dosa kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim tidak pernah meragukan sifat qudrah Mahakuasa Allah ta’ala. Beliau juga tidak pernah berdusta dalam setiap ucapannya. Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah. Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama Islam sebagaimana diceritakan dalam QS al-An’am ayat 41-44. Nabi Ibrahim dengan menjaga adab seorang anak kepada orang tuanya menjelaskan dengan santun kepada ayahnya yang menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa penyembahnya dan tidak dapat melihat penyembahnya. Yang demikian itu, bagaimana mungkin ia dapat memberi manfaat kepada penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya. Ibrahim mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan yang berhak dan wajib disembah. Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar ma’ruf nahi mungkar dengan penuh keberanian. Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta’ala sehingga selalu dapat mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam ketika berdebat. Allah ta’ala berfirman وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ اٰتَيْنٰهَآ اِبْرٰهِيْمَ عَلٰى قَوْمِهٖۗ الأنعام ٨٣ Maknanya “Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya” QS al-An’am 83. Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil membungkam para penduduk daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan matahari sebagai tuhan. Ibrahim menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah karena mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu tenggelam. Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti bukan tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang mengubahnya. Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu yang lemah tidak mungkin disebut tuhan yang layak disembah. Perkataan Nabi Ibrahim kepada kaumnya هذا ربي seperti dikisahkan dalam QS al-An’am ayat 76-78 adalah dalam konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah. Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan, bintang, dan matahari sebagai tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase kebingungan mencari-cari Tuhan. Sebelum perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-satunya pencipta segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala sesuatu dan yang berbeda dengan segala sesuatu. Allah ta’ala berfirman وَلَقَدْ اٰتَيْنَآ اِبْرٰهِيْمَ رُشْدَهٗ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهٖ عٰلِمِيْنَ الأنبياء ٥١ Maknanya “Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan kepada Ibrahim petunjuk sebelum masa kenabiannya dan Kami telah mengetahui dirinya” QS al-Anbiya’ 51. Perkataan Nabi Ibrahim هذا ربي ketika melihat bulan, bintang dan matahari adalah bermakna istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada kaumnya dengan maksud mengingkari bukan dengan tujuan menetapkan “Inikah Tuhanku?”. Seakan-akan beliau ingin mengatakan “Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka?. Ini jelas bukan tuhanku karena ia berubah, terbit lalu terbenam.” Demikianlah yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah seorang nabi yang ma’shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi. Keempat, dalam berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang perlu ditakuti dan dikhawatirkan. Rezeki telah diatur. Ajal sudah termaktub. Hal itu dibuktikan ketika Raja Namrud hendak melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar, Nabi Ibrahim tidak gentar sedikit pun. Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang memperjuangkan agama-Nya. Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan ikhtiar. Hal itu tercermin pada peristiwa di mana Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di Makkah yang tandus dan tiada sumber air. Karena takwa dan tawakal yang tertanam kuat di hati Ibrahim dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya karena menjalankan perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu. Keenam, bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan sebesar apapun rهsikonya. Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada Ibrahim seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya itu setelah tumbuh menjadi seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya. Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah kata pun. Ma sya Allah!. Sebuah potret keluarga saleh yang lebih mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah. Dialog indah antara keduanya terekam dalam al-Qur’an sebagaimana dikisahkan oleh Allah قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ الصافات ١٠٢ Maknanya “..... Ibrahim berkata “Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?” QS ash-Shaffat 102. Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?,” bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ الصافات ١٠٢ Maknanya “Ismail menjawab “Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, in sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” QS ash-Shaffat 102. Jawaban Ismail yang disertai “In sya Allah” menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi. Allahu Akbar 3x walillahilhamdu, Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismail نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللّٰهِ “Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku.” Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismail. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta’ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala. Hadirin yang berbahagia, Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta Hajar, Allah kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismail dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Hal itu dikisahkan dalam QS ash-Shaffat 106-107. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan untuk meneladani kesalehan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Amin Ya Rabbal alamin. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. Khutbah II اللهُ أَكْبَرُ ٣x اللهُ أَكْبَرُ ٣x اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Aswaja NU Center PCNU Kab. Mojokerto Ayat bacaan Filipi 22-3===================“karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri” Teknologi seharusnya semakin mempermudah kita dalam berhubungan dengan orang lain, tetapi yang terjadi seringkali sebaliknya. Kita tidak lagi menganggap penting untuk bertemu karena toh bisa digantikan dengan telepon atau bahkan sms dalam karakter yang diusahakan sesingkat-singkatnya agar lebih hemat. Jika dulu kita memilih untuk bertemu dan memberi ucapan secara langsung pada momen-momen khusus tertentu, sekarang email, jejaring sosial maupun telepon genggam bisa menggantikan semua itu, bahkan kepada orang yang tinggalnya tidak jauh dari kita. Manusia menjadi semakin individualis dan egois. Akibatnya dunia menjadi semakin dingin dan jauh dari kesan hangat. Tanpa sadar kita orang percaya malah ikut-ikutan terkontaminasi dengan kecenderungan dunia. Membangun kubu-kubu, mempertegas garis batas perbedaan dan tidak lagi peka terhadap kepentingan orang lain. Kepada saudara-saudara seiman atau satu gereja saja sudah begitu, apalagi kepada orang lain di luar. Ketika kasih kita seharusnya bisa menjangkau orang asing atau bahkan musuh sekalipun, saat ini yang terjadi justru jauh dari itu. Bahkan untuk peduli kepada orang-orang terdekat sekalipun sudah merupakan sesuatu yang sulit bagi kebanyakan orang. Dunia memang cenderung untuk terus membentuk manusia untuk bertambah egois dengan lebih mementingkan diri sendiri di atas segalanya. Orang terus merasa kekurangan dan merasa perlu terus menimbun. Mereka mengira bahwa kebahagiaan dan keamanan tergantung dari berapa besar harta yang dimiliki. Maka tidak heran ketika kita mendengar banyak orang yang berkata dengan mudahnya “jangankan mengurusi orang lain dulu, untuk diri sendiri saja belum cukup.” Dunia boleh saja semakin cenderung kepada gaya hidup individualis dan egois, tetapi lihatlah apa kata firman Tuhan yang berbicara sebaliknya. “karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.” Filipi 22-3. Sehati, sepikir, satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan, itu menggambarkan panggilan untuk bersatu dan bertindak bersama-sama seperti yang telah saya sampaikan dalam renungan kemarin. Selanjutnya lihatlah bahwa kita pun diminta untuk bersikap rendah hati dengan mengedepankan atau mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri. Sesungguhnya ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh orang-orang percaya, karena kasih yang kita miliki seharusnya mampu membuat kita untuk peduli kepada orang lain dan tidak berpusat kepada kepentingan diri sendiri. Ayat selanjutnya kemudian berkata “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” ay 4. Kemarin kita sudah melihat penggalan doa Yesus yang mengangkat kerinduanNya akan persatuan di antara orang percaya sebagai hal yang menurut Yesus akan sangat menentukan seberapa besar dunia bisa percaya kepada Kristus “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Yohanes 1721. Tidak kalah penting juga semangat dan cara pandang kita dalam menyikapi kepentingan orang lain dibanding kepentingan diri sendiri. Jika kita masih terus bersikap egois dan tidak peduli kepada orang lain, bagaimana mungkin orang bisa mengenal pribadi Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kita dengan benar? Peduli kepada orang lain seringkali tidak cukup hanya sebatas kata-kata, tetapi sebuah perbuatan pun diperlukan untuk membantu mereka secara nyata. Kerinduan untuk memberi bukanlah tergantung dari seberapa besar harta milik kita, tetapi seberapa besar kepedulian kita terhadap penderitaan orang lain. Dan seringkali tidak perlu jauh-jauh untuk itu, karena disekitar kita pun ada banyak yang orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Dan Firman Tuhan pun mengajarkan kita untuk mau memberi dengan sukacita. “Berilah dan kamu akan diberi suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Lukas 638. Dengan demikian, jelas tidak pada tempatnya jika kita berharap Tuhan mencurahkan berkatNya kepada kita tetapi kita tidak peka sama sekali dengan penderitaan orang lain. Kasih yang dicurahkan dari Surga harusnya mampu membawa kita untuk memiliki belas kasih kepada orang lain, bukan saja yang kita kenal tetapi juga pada yang asing bagi kita. Begitu pentingnya hingga dikatakan “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.” Amsal 1917. Memiutangi Tuhan, itu menggambarkan betapa pentingnya bagi kita untuk membantu dan memberi kepada yang kekurangan, sekaligus menunjukkan betapa besarnya Tuhan menghargai setiap anakNya yang memiliki rasa belas kasih dan mau menjalankannya secara nyata. Firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhan akan membalas setiap orang sesuai perbuatannya. “yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.” Roma 27-8. Hidup kekal kepada yang tekun berbuat baik dan hidup dalam kebenaran, tetapi murka dan geram kepada orang-orang yang sibuk mementingkan diri sendiri dan tidak peduli kepada penderitaan orang lain. Kerajaan Tuhan tidak akan bisa dinyatakan di dunia tanpa adanya kepedulian dari kita terhadap orang lain. Ketika dunia mengarah kepada bentuk-bentuk individualis dan egoisme, janganlah kita malah terseret ikut di dalam arusnya. Kita harus bisa menunjukkan perbedaan sebagai anak-anak Tuhan dan sahabat-sahabat Kristus, sehingga orang bisa melihat siapa Yesus itu secara benar. Menyambung apa yang sudah saya sampaikan kemarin, marilah kita bersatu dan bersama-sama memberi karya nyata di dunia, keluar dari batas-batas tembok gereja dan menjadi terang dan garam bagi sesama. Hanya dengan demikianlah kita bisa menyatakan besarnya kasih Tuhan kepada seluruh manusia. Nyatakan kasih Kristus kepada dunia melalui perbuatan nyata untuk menolong orang lain Follow us on twitter

ilustrasi khotbah tentang kepedulian